Monday, December 17, 2012

Menangkar murai batu tak perlu indukan “mewah”

Siapa bilang menangkar jenis burung murai batu harus menggunakan kandang luas dan mewah. Di kandang sederhana dan bersahaja, indukan burung kalau memang sudah jodoh akan tetap berproduksi. Lalu bagaimana dengan calon indukan jantan, apa bisa dari bahan sembarang saja? Jawabannya bisa. Begitupun halnya dengan sang calon indukan betina yang didapat dari bahan. Memang idealnya, calon indukan baik jantan maupun betina lebih baik yang sudah rawatan lama, syukur-syukur eks indukan juara di lomba. Tentunya indukan seperti itu berharga mahal.
Lalu bagaimana bagi seorang pemula, apa bisa memulai dari burung bahan atau yang dibelinya di pasar, terus diternakan? Ternyata bisa. Seperti ditulis Agrobis Burung, banyak breeder yang berhasil memulai menangkar dari indukan bahan yang dibelinya di pasar-pasar. Tentu sebelumnya dipilih asal usul burung, mulai dari bentuk fisik dan lainnya.
Menurut Niman, salah seorang penangkar otodidak sukses yang tinggal di kawasan Ciledug Tangerang, menangkar burung tidak mesti harus indukan yang juara di lapangan. Indukan jantan yang dibelinya di pasar juga bisa diternakan asalkan dipilih yang benar-benar bermental dan berpostur bagus sesuai yang kila harapkan.
Bahkan tidak hanya itu, dia kerap menggonta-ganti pasangan indukan yang sudah tidak produktif dengan indukan baru. Dengah begitu hasilnya akan lebih baik. “Menangkar murai dari indukan bahan sama mudahnya kok, yang penting umur burung sudah siap, nggacor dan sudah beradaptasi dengan lingkungan baru,” terangnya suatu ketika.
Boleh dibilang, dalam masa awal menangkar delapan tahun silam, dia menjodohkan indukan benar-benar dari nol, yakni sepasang burung sama-sama bakalan yang dibelinya di pasar burung. Namun demikian, meskipun indukannya masih “bahan” buktinya bisa menikmati hasilnya. Nyaris setiap pasangannya tetap produktif sampai sekarang.

Burung murai yang dibelinya dari bahan, tentu butuh penyesuaian paling tidak dua atau tiga bulan. Maklumlah, burung bahan pakannya pun masih harus menggunakan kroto segar dan campuran voer. Setelah burung dirawat beberapa bulan dan sudah mulai beradaptasi dengan lingkungan barunya, tinggal dijodohkan dengan betina yang sudah kita siapkan juga hasil seleksi terutama dilihat dari posturnya. Usia indukan betina paling tidak di atas 8 bulan atau di atas satu tahun.
Untuk penjodohan awal, burung calon indukan betina di lepas di dalam kandang petak yang dibuat sederhana dan boleh dikatakari sangat bersahaja, berupa petakan berjejer. Terbuat dari bahan kawat dengan bagian depan terbuka tanpa penutup.
Konstruksi kandang cukup sederhana. Bertiang kayu kaso masing-masing ukurannya tidak lebih dari 2 x 2,5 meter dengan tinggi 2,8 meter.
Berlantai tanah dengan tanaman kecil di bagian dalam sebagai sarana menjaga kenyamanan di dalam kandang, kotak sarang juga disediakan di setiap sudut agar burung kelak bisa memilih sarang yang menurutnya nyaman.
Calon indukan jantan dimasukkan di dalam sangkar khusus murai dan ditempatkan di dalam kandang ternak yang di dalamnya ada betinanya. Tujuannya agar keduanya saling mengenal dan menyesuaikan.

Serangga ga’ang pacu produksi

Setelah beberapa pekan, biasanya burung sudah saling mengenal dan akan saling mendekat. Kemudian murai jantan dilepas di kandang besar dan disatukan dengan betina. Pada masa awal, harus tetap dalam pemantauan, jangan sampai saling menyerang. Tapi biasanya kalau sudah saling mengenal akan cepat berjodoh.

Memasuki musim panas, bak mandi yang disediakan ditempatkan di atas satu meter dari lantai kandang dengan posisi menempel ditembok dengan dihubungkan paralon air yang mengalir setiap saat, agar menjaga suhu di dalamnya tidak terlalu panas sekaligus sarana mandinya.
Di saat kondisi cuaca panas seperti saat ini, lantai kandang selalu disemprot dengan air, paling tidak dua hari sekali.
Tidak perlu lahan mewah dan luas, burung kalau sudah berjodoh akan cepat berproduksi. Ini sudah dibuktikan Niman, hanya dengan kontruksi kandang sesederhana itu produknya terus mengalir.
Sementara ini permintaan akan produknya tidak sebatas dari kawan-kawan dekat, tapi juga kalangan pemain dari berbagai kota.
Menariknya, anakan yang diminta tak jarang masih usia piyikan yang masih dalam lolohan. Bahkan indukan baru mulai bertelur, pesanan sudah mengantri dari pelanggannya.
Anakan yang baru menetas, sudah bisa dipanen diumur satu minggu. Anakan langsung masuk inkubator. Perawatan di boks inkubator ini yang membutuhkan penanganan intensif, terutama pemberian pakannya harus kontinyu. Jangkrik halus yang sudah dibersihkan diberikan tanpa batas. Juga adonan voer dengan kroto bersih yang harus diganti setiap saat.
Memasuki umur 12 hari anakan sudah dipindah ke sangkar kecil soliter disendirikan dan dilengkapi lampu penghangat terutama dimalam hari. Pada umur ini, anak burung sekaligus dipasangi ring kode penangkarnya.
Setelah anakan dipanen pada umur dua minggu, indukan akan kembali kawin lagi, dan sepuluh hari kemudian kembali bertelur. Apalagi bila ekstra fooding seperti jangkrik ditambah, bisa semakin cepat kawin dan berproduksi.
Berdasar pengalamannya selama ini, serangga seperti ga’ang sejenis serangga mirip jangkrik tapi berukuran lebih besar yang banyak berkembang biak di tanah lembab dekat sampah, bisa digunakan untuk memacu birahi dan mempercepat produksi.

Produksi jangkrik sendiri

Biaya produksi menangkar jenis burung murai batu memang lumayan tinggi. Tapi kalau kondisi tempat tinggal dan iingkungan mendukung alangkah baiknya dengan menyiasafi biaya ekstra fooding seperti jangkrik dengan menternak sendiri. Dengan begitu biaya produksi jadi lebih ditekan. Begitu juga kebutuhan krotonya.
Untuk kebutuhan eksfood jangkrik, menangkar murai batu memang membutuhkan jumlah jangkrik yang relatif banyak. Sepasang indukan yang sedang berproduksi mernbutuhkan jangkrik 50-60 ekor setiap harinya.
Apalagi bilamana indukan sudah bawa anakan bisa ditambah lagi bisa sampai 80 ekor jangkrik untuk sepasang dalam satu hari.
Begitu juga untuk kebutuhan kroto segar. Kalau memang kondisi lingkungan mendukung bisa memanfaatkan lingkungan sekitar rumah yang masih banyak kebun-kebun yang banyak diisi sarang-sarang kroto. “Kalau saya biasanya lewat perawat saya yang nyari langsung di kebun,” jelasnya.

Dengan cara itu biaya produksi untuk kebutuhan kroto maupun jangkrik bisa ditekan. Jadi lebih hemat dan murah tanpa mengurangi kualitas pakan yang dibutuhkan burung.

No comments:

Post a Comment