Friday, November 30, 2012

Strategi ternak ulet hongkong

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Selain sebagai petani, pada umumnya masyarakat Indonesia  mempunyai usaha sampingan seperti peternakan, perdagangan dan lain sebagainya.
Peternakan ulat hongkong merupakan salah satu upaya yang potensial untuk dikembangkan menjadi usaha peternakan rakyat. Selain karena cara budidaya yang mudah, peternakan ulat hongkong juga mempunyai peluang bisnis yang cukup menjanjikan mengingat  pangsa pasar yang sangat kondusif di Indonesia. Walaupun bernama ulat Hongkong, ulat ini jangan sekali-kali diterjemahkan sebagai “Hongkong Worm”, karena bisa saja orang malah akan mengernyitkan dahinya untuk mencoba mengerti apa yang anda maksud dengan “Hongkong Worm”. Mereka telah mempunyai nama “keren” di luar Indonesia sebagai Meal Worm atau Yellow Meal Worm . Ulat Hongkong sebenarnya merupakan larva dari serangga yang bernama latin Tenebrio molitor. Serangga ini merupakan hama pada produk biji-bijian atau serealia.

Di Indonesia, ulat hongkong dimanfaatkan sebagai pakan burung dan pakan ikan. Dengan meningkatknya bisnis ikan hias dan bisnis burung, baik burung hias maupun burung berkicau  akhir-akhir ini, tentunya kebutuhan terhadap ulat hongkong juga akan meningkat. Jenis burung yang menyenangi ulat hongkong cukup banyak macamnya diantaranya adalah kacer, jalak putih, cucak biru, culik-culik, kenari, cucakrawa, beo, murai daun, poksay, hwamei, murai batu, jalak bali dan jenis burung pemakan serangga lainnya.Oleh karena itu, usaha peternakan ulat hongkong perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitasnya. Dari segi kuantitas, berarti peternakan ulat hongkong perlu disebarluaskan pada masyarakat umum dan dari segi kualitas, berarti teknik  peternakan baik yang menyangkut pakan, papan maupun pemeliharaan harus ditingkatkan dan diperbaiki.

Taksonomi, Morfologi dan Habitat  Ulat Hongkong
Klasifikasi Ulat Hongkong
Kingdom         : Animalia
Phylum            : Arthropoda
Class                : Insekta
Order               : Coleoptera
Suborder         : Polyphaga
Family             : Tenebrionidae
Genus              : Tenebrio
Spesies            : Tenebrio molitor

Tenebrio molitor lebih dikenal sebagai serangga, yang larvanya biasa dijadikan pakan burung peliharaan. Serangga T. molitor mempunyai sebaran luas hampir diseluruh permukaan planet bumi ini. Mereka mempunyai panjang tubuh sekitar 13 – 17 mm. Serangga ini aktif di malam hari , dan sering menyerang karpet, pakaian dan juga tanaman kering. Sedangkan ulatnya memakan biji-bijian, sereal, dan makanan cadangan manusia lainnya. Suhu sangat mempengaruhi pertumbuhan ulat hongkong  kalau suhunya optimal panjangnya bisa sampai 3 cm dan akan terlihat segar.

Gambar1. Larva (A), Kulit Larva setelah Moulting (B), Pupa (bagian belakang dandepan) (C) dan Kumbang Dewasa (T. molitor) (D) (Attawer, 2003)
Telur T. molitor berbentuk oval dan sangat sulit dilihat dengan ukuran panjangnya 1 mm. Ukuran panjang larva 30-35 mm, tubuhnya keras dan berwarna kuning kecoklatan. Ukuran pupa panjangnya sekitar 20 mm dan kumbang berwarna hitam mengkilat sekitar 15-20 mm ( Salem, 2002). Telur serangga-serangga yang berbeda sangat besar variasi penampilannya, kebanyakan telur adalah bulat, oval, atau memanjang. Kebanyakan telur serangga diletakkan dalam satu situasi dan mereka memberikan sejumlah perlindungan, pada waktu menetas akan mempunyai kondisi yang cocok bagi perkembangannya (Borror etal., 1982). Kumbang betina meletakkan telur satu-satu atau dibungkus dengan substansi yang dapat mengeras menjadi masa telur atau didalam suatu kantong yang dikenal sebagai ootheca (Noerdjito, 2003).
Bentuk larva kumbang sangat bervariasi, namun pada umumnya mempunyai kepala yang mudah dibedakan dari toraks (Noerdjito, 2003). Larva merupakan bentuk siklus hidup kedua dan mempunyai 13-15 segmen berwarna coklat kekuning-kuningan pada bagian tubuh (Salem, 2002). Instar-instar awal seperti cacing, dan yang muda pada tahapan ini disebut larva. Instar-instar larva yang berbeda tetapi sama dalam bentuk dan berbeda dalam ukuran (Borror et al., 1982).
Mengikuti instar larva terakhir, serangga berganti bentuk menjadi satu tahapan yang disebut dengan pupa. Serangga tidak makan pada waktu pupa dan tidak aktif (Borror et al., 1982), dan dikenal sebagai stadium istirahat, berwarna pucat, mirip mumi kumbang dewasa (Noerdjito, 2003). Pupa kumbang bertipe exarate, artinya dilengkapi dengan anggota tubuh yang bebas, terlihat dari luar, serta tidak berpegang erat pada substrat tempat berkembangnya pupa. Pada fase ini kumbang tidak makan, dan tidak aktif bergerak, tetapi didalam tubuh pupa terjadi perubahan besar organ-organ larva menjadi organ kumbang dewasa (Noerdjito, 2003). Tahap akhir setelah pupa yaitu dewasa. Dewasa pucat warnanya bila serangga muncul pertama kali dari pupa, dan sayap-sayapnya adalah pendek, lunak dan berkerut (Borror et al., 1982). Tubuh kumbang akan mengalami pengerasan (sklerotisasi) yang kuat dan berwarna lebih gelap, biasanya memerlukan waktu dari beberapa jam sampai waktu yang lama tergantung jenisnya (Noerdjito, 2003).

Seperti kebanyakan serangga, kumbang mempunyai dua pasang sayap, pasangan sayap depan tebal seperti kulit keras, disebut elytra, sebagai pelindung. Pada saat istirahat tepi dalam kedua elytra bertemu pada satu garis lurus dipunggung. Pasangan sayap belakang tipis (membraneus), dalam keadaan istirahat terlipat dibawah pasangan sayap depan dipergunakan untuk terbang (Maddison, 1995).
Ulat adalah tahapan larva dari kumbang T. molitor dan merupakan hama butiran serta produk butiran (Robinson, 1998). Kumbang dalam genus Tenebrio memakan produk butira-butiran baik pada tahapan larva maupun dewasa (Borror et al.,1982). Sebagian besar hama butiran dapat hidup pada butiran yang disimpan dengan kadar air 11,5 14,5%. Ulat hongkong mampu bertahan hidup pada kisaran suhu 25-270C (Robinson, 1998). Ulat hongkong (T. molitor) itu berpotensi sebagai hama gudang (Karjono, 1999).

Makanan dan Strategi Makan Ulat Hongkong
Makanan adalah suatu fakor yang sangat penting dalam menentukan banyaknya hewan dan tempat ia hidup (kemudian penyebarann
ya). Tingkah laku makan seekor serangga, apa yang dimakannya dan bagaimana ia makan, biasanya menentukan nilai ekonomik serangga. Tipe dan jumlah makanan yang dimakan dapat mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, reproduksi, kelakuan dan berbagai sifat-sifat morfologi lainnya, misalnya ukuran dan warnatubuh (Borror et al., 1982).


Serangga makan hampir segala macam, tidak terbatas makanan, dan mereka makan dalam banyak cara yang berbeda-beda (Borror et al., 1982). Dengan komposisi pakan seperti yang diberikan kepada induk, pertumbuhan larva relatif cepat. Kecepatan pertumbuhan dapat di deteksi dengan melihat pertambahan berat dari setiap kotak. Induk ulat dijamin tidak akan terbang selama masih ada pakan (Karjono, 1999).Gambar 3a. Pemberian pakan pada ulat hongkong  3b. pakan dimasukan pada media pembibitan ulat hongkong
Makan yang diperlukan oleh ulat hongkong yaitu:Makanan yang diperlukan serangga meliputi 10 asam amino esensial yang juga esensial bagi manusia (arginin, histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin), sejumlah vitamin B, sterol beberapa turunan asam nukleat dan beberapa mineral (Borror et al., 1982). Makanan yang menyangkut kualitas dan kuantitasnya, pertumbuhan yang sangat cepat tidak akan tampak bila tidak didukung dengan pakan yang mengandung protein dan asam amino yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan ternak (Rasyaf, 1999). Serangga juga membutuhkan makanan yang mengandung air, mineral dan bahan organik untuk petumbuhan dan reproduksinya (Wigglesworth, 1972).
  • Pollard merupakan hasil ikutan dari penggilingan gandum yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai pakan alternatif pengganti jagung. Kandungan zat nutrisi pollard hampir sama dengan jagung dan ini dapat diketahui dari kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 15,1%. Pollard memiliki ciri yang kaya akan serat, amba dan rendah kandungan energy metabolisnya tetapi pollard sangat kaya akan protein dan profil asam aminonya mirip dengan gandum. Pengukusan pollard akan meningkat kandungan energinya sebanyak 10% dan P meningkat ketersediaan sebanyak 20% (Amrullah, 2003). Kandungan serat kasar pada pollard agak rendah, yaitu sekitar 10%, kandungan lemaknya hanya 4% dan kandungan energi metabolismenya sekitar 1.300 kkal/kg (Rasyaf, 1999).
  • Bekatul halus adalah dedak yang diperoleh dari pengayakan hasil ikutan dan penumpukan pada gelombang kedua dan ketiga atau hasil pengasahan pertama (huller) atau kedua (Parakkasi, 1999). Bekatul mengandung karbohidrat cukup tinggi, yaitu 51-55 g/100 g. Kandungan karbohidrat merupakan bagian dari endosperma beras karena kulit ari sangat tipis dan menyatu dengan endosperma. Kehadiran karbohidrat ini sangat menguntungkan karena membuat bekatul dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif.  Kandungan protein pada bekatul juga sangat baik, yaitu 11-13 g/100 g. Dibandingkan dengan telur, nilai protein bekatul memang kalah, tapi masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan kedelai, biji kapas, jagung, dan tepung terigu. Dibandingkan dengan beras, bekatul memiliki kandungan asam amino lisin yang lebih tinggi. Zat gizi lain yang menonjol pada bekatul beras adalah lemak, kadarnya mencapai 10-20 g/100 g. Minyak yang diperoleh dari bekatul dapat digunakan sebagai salah satu minyak makan yang terbaik di antara minyak yang ada, dan sudah dijual secara komersial di beberapa negara. Bekatul beras juga kaya akan vitamin B kompleks dan vitamin E. Vitamin B kompleks sangat dibutuhkan sebagai komponen pembangun tubuh, sedangkan vitamin E merupakan antioksidan yang sangat kuat. Selain itu, bekatul merupakan sumber mineral yang sangat baik, setiap 100 gramnya mengandung kalsium 500-700 mg, magnesium 600-700 mg, dan fosfor 1.000-2.200 mg. Bekatul juga merupakan sumber serat pangan (dietary fiber) yang sangat baik. Selain untuk memperlancar saluran pencernaan, kehadiran serat pangan juga berpengaruh terhadap penurunan kadar kolesterol darah.
  • Ampas tahu, Prabowo dkk., (1983) menyatakan bahwa protein ampas tahu mempunyai nilai biologis lebih tinggi daripada protein biji kedelai dalam keadaan mentah, karena bahan ini berasal dari kedelai yang telah dimasak. Ampas tahu juga mengandung unsur-unsur mineral mikro maupun makro yaitu untuk mikro; Fe 200-500 ppm, Mn 30-100 ppm, Cu 5-15 ppm, Co kurang dari 1 ppm, Zn lebih dari 50 ppm (Sumardi dan Patuan, 1983).
Di samping memiliki kandungan zat gizi yang baik, ampas tahu juga memiliki antinutrisi berupa asam fitat yang akan mengganggu penyerapan mineral bervalensi 2 terutama mineral Ca, Zn, Co, Mg, dan Cu, sehingga penggunaannya untuk unggas perlu hati-hati (Cullison, 1978).
Pertumbuhan ternak yang di beri pakan ampas tahu lebih cepat dari pada yang tidak diberi. Jika dikalkulasi nilai ekonomi peternak akan mendapat untung yang lebih.
Pada ulat berusia 1 bulan belum diberi makan sedangkan pada usia 1,5-2 bulan diberi makan berupa campuran ampas tahu dan bekatul. Ketika ulat hongkong sudah berubah menjadi serangga atau kepik diberi makan labu siam setiap 3 hari sekali.

Konsumsi dan Konversi Pakan
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh hewan apabila bahan pakan tersebut diberikan secara ad libitum. Tingkat konsumsi (Voluntary Feed Intake atau VFI) dapat menggambarkan palatabilitas (Parakkasi, 1999). Ransum broiler starter mengandung obat-obatan seperti coccidiostat, antibiotika dan antioksidan yang diperkirakan mempengaruhi konsumsi (Rasyaf, 1999). Menurut Wahju (1997) menyatakan, bahwa konsumsi ransum yang rendah berakibat penurunan konsumsi protein yang diperlukan untuk pertumbuhan optimum dan produksi.
Menururt Parakkasi (1999), konsumsi pakan merupakan faktor esensial yang menjadi dasar untuk hidup dan menentukan produksi. Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah hewannya sendiri, makanan yang diberikan dan lingkungan tempat hewan itu dipelihara. Menurut Hutauruk (2005) hasil penelitian menunjukkan, bahwa pemberian pakan ke ulat tepung dapat dilakukan berdasarkan umur dan juga dengan memperhatikan atau mempertimbangkan faktor lain.
Konversi pakan adalah total pakan yang dikonsumsi untuk menaikkan bobot badan sebesar satu satuan (Kasim, 2002). Semakin rendah nilai konversi pakan berarti semakin efisien penggunaan pakannya atau semakin sedikit pakan yang dibutuhkan untuk menaikkan bobot badan sebesar satu satuan. Konversi pakan sangat baik digunakan sebagai pegangan efisiensi produksi karena erat kaitannya dengan biaya produksi. Keefesienan pakan dapat dilihat dari nilai konversi rendah, semakin rendah nilai konversi pakan maka efesiensi penggunaan pakan semakin tinggi (Rasyaf, 1999).

Pertumbuhan Ulat Hongkong
Serangga pada umumnya memiliki kerangka luar, dan bila serangga tumbuh atau meningkat ukurannya, rangka luar harus secara periodik dikelupas dan diganti dengan yang lebih besar (Borror et al., 1982). Menurut Harwood (1978) menyatakan, bahwa setelah menetas, serangga tumbuh melalui rangkaian moulting (melepas kulit lama) dan berkembang dalam kulit yang baru dan lebih besar. Pada tiap-tiap tahapan moulting akan tampak terjadi perubahan sisi luar. Moulting merupakan mekanisme dasar pertumbuhan utama pada serangga (Wigglesworth, 1972), dan dikontrol oleh hormone ecdyson yang dilepaskan oleh kelenjar protoraks (Harwood, 1978).
Menurut Frost (1959) Tenebrio merupakan tipe metamorfosis yang bersifat holometabola karena melewati empat tahap pertumbuhan yaitu telur, larva, pupa dan dewasa. Telur bersifat tidak aktif dan merupakan permulaan, larva bersifat aktif untuk makan dan tumbuh, pupa bersifat tidak aktif mulai beradaptasi dan berubah bentuk menuju ke dewasa, sedangkan kumbang aktif tetapi tidak tumbuh lagi melainkan mempersiapkan diri untuk bereproduksi. Tahapan-tahapan pradewasa dan dewasa serangga yang mengalami metamorfosis sempurna dan sangat berbeda dalam bentuk, hidup dalam habitat-habitat yang berbeda, dan mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang sangat berbeda (Borror et al., 1982).


Siklus Hidup Ulat Hongkong
Kumbang ulat hongkong mempunyai siklus  hidup yang terdiri dari empat tahap yaitu telur, larva, pupa dan serangga dewasa atau yang dikenal dengan metamorphosis sempurna (Partosoedjono, 1985).
  • Telur: Telur T. molitor L. berbentuk oval, berukuran panjang 1 mm dan sangat sulit dilihat (Salem, 2002). Kebanyakan telur serangga diletakkan dalam satu situasi dimana mereka memberikan sejumlah perlindungan sehingga pada waktu menetas akan mempunyai kondisi yang cocok bagi perkembangannya (Borror et al., 1982). Menurut Amir dan Kahono (2003), kumbang betina meletakkan telur satu-satu atau dibungkus dengan substansi yang dapat mengeras menjadi masa telur atau di dalam suatu kantong yang dikenal sebagai ooteka.
  • Larva:  Bentuk larva kumbang sangat bervariasi, namun pada umumnya mempunyai kepala yang mudah dibedakan dari toraks (Amir dan Kahono, 2003). Larva merupakan bentuk siklus hidup kedua dan mempunyai 13-15 segmen berwarna coklat kekuning-kuningan pada bagian tubuh (Salem, 2002).
  • Pupa: Pupa merupakan tahapan siklus hidup ulat hongkong yang tidak makan dan tidak minum, berwarna kuning dan mirip mumi kumbang dewasa (Amir dan Kahono, 2003). Pupa T. molitor L. ini dapat mencapai panjang sekitar 15 mm, lebar 5 mm dan berwarna putih ketika pertama kali terbentuk kemudian berubah menjadi berwarna coklat kekuningan (Singh, 2003).
  • Serangga dewasa: Setelah pupa berumur sekitar 7 hari, kulit pupa pecah dan keluar kumbang. Pada saat baru keluar dari pupa, tubuh kumbang masih lunak dan pucat, sering disebut sebagai “teneral” (Amir dan Kahono, 2003). Menurut Singh (2003), kumbang ulat hongkong dewasa berwarna coklat gelap dengan panjang mulai dari 17 sampai 25 mm. Kumbang betina yang telah dewasa akan bertelur.
Reproduksi Ulat Hongkong
Reproduksi adalah kemewahan fungsi tubuh yang secara fisiologik tidak vital bagi kehidupan individual tetapi sangat penting bagi kelanjutan keturunan suatu jenis atau bangsa hewan. Pada umumnya, reproduksi baru dapat berlangsung sesudah hewan mencapai masa pubertas dan diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon-hormon yang dihasilkan (Toelihere, 1981). Pada kumbang betina terdapat sepasang indung telur (ovari) yang terdiri dari ovariole. Tiap ovariole merupakan suatu buluh sel epitel yang berisi telur yang berbeda -beda perkembangannya (Partosoedjono, 1985). Kumbang jantan memiliki sistem reproduksi yang terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, testes, saluran-saluran keluar dan kelenjar tambahan. Spermatogenesis pada kumbang jantan diselesaikan ketika mencapai tahapan dewasa (Borror et al., 1982). Pada serangga terdapat feromon yang merupakan aksi “bau” pada system syaraf pusat yang dapat mempengaruhi tingkah laku seksual (Nalbandov, 1990). Menurut Tarumingkeng (2001), feromon merupakan senyawa kimia yang terdapat pada serangga untuk komunikasi antar individu serangga, penarik lawan jenis dan mekanisme dalam menemukan makanannya. Husaeni dan Nandika (1989) menyatakan, bahwa faktor fisik (suhu, cahaya, kelembaban, angin dan lain-lain) dan faktor makanan mempengaruhi kemampuan berkembangbiak pada serangga. Telur yang dihasilkan serangga berbeda-beda jumlah, bentuk dan besarnya. Kadang-kadang serangga betina bertelur satu tetapi dalam keadaan ekstrim serangga bisa bertelur lebih dari satu juta (Pracaya, 2003). Kumbang Tenebrio dapat melontarkan 275 telur dalam waktu 22 sampai 137 hari (Lyon, 2001).

 Gambar 6. Serangga jantan dan betina dijadikan dalam satu wadah agar dapat bereproduksi






Kandungan Nutrisi Ulat Hongkong
Ulat hongkong mempunyai kandungan nutrisi kurang lebih : protein kasar 48 %, lemak kasar 40% , kadar abu 3 % , dan kandungan ekstrak non nitrogen 8%. Sedangkan kadar airnya mencapai 57 %. Dengan kandungan nutrisi demikian ulat hongkong tergolong baik sebagai sumber pakan ikan hias. Soemarjoto(1999) menyebutkan bahwa kandungan lemak pada ulat hongkong sering lebih tinggi dari pada kandungan proteinnya, sehingga pemberian ulat hongkong dapat meyebabkan kegemukan pada binatang yang mengkonsumsinya dengan segala aspek ikutannya.

Mortalitas
Mortalitas merupakan salah satu faktor yang penting dalam mengukur keberhasilan pemeliharaan ternak. Mortalitas adalah perbandingan antara jumlah seluruh ternak mati dengan jumlah total ternak yang dipelihara. Mortalitas dalam usaha peternakan dapat disebabkan karena manajemen pemeliharaan yang kurang baik (Haryadi, 2003). Hasil penelitian Paryadi (2003) menunjukkan, bahwa respon tingkat mortalitas yang tidak berbeda nyata mengindikasikan, bahwa spesies ulat tepung cukup toleran terhadap kandungan protein pakan dengan kisaran yang relatif luas (15,60-21,38%). Koefesienan keragaman tingkat mortalitas dalam penelitian ini semakin besar sejalan dengan penggunaan pollard. Hal tersebut menunjukkan, bahwa ulat tepung semakin sensitif terhadap penggunaan pollard yang terlalu tinggi sehingga mortalitas dari tiap kelompok sangat beragam. Koefesienan keragaman mortalitas yang tinggi pada semua perlakuan menunjukkan, bahwa mortalitas pada ulat tepung dipengaruhi oleh faktor lain di luar faktor perlakuan.
Mortalitas terjadi selama moulting, juga dalam tahap larva atau antara larva dan pupa, atau pupa dan dewasa (Schaffler dan Isely, 2001). Semakin rendah suhu lingkungan akan memperlambat perkembangan (memerlukan lebih dari enam bulan) dan temperatur yang tinggi dapat mengakibatkan peningkatan mortalitas (Culin, 2005).
Faktor suhu dan kelembaban lingkungan harus diperhatikan dalam masa penelitian ulat hongkong. Artinya, suhu dan kelembaban lingkungan membeikan pengaruh langsung dan tidak langsung pada ulat tepung. Bila suhu dan kelembaban pada tempat pemeliharaan ulat hongkong tinggi mengakibatkan ulat tepung menjadi stress sehingga berpengaruh pada tingkat konsumsi pakan yang menurun maka diperoleh pertumbuhan ulat hongkong yang tidak optimal dan bahkan terjadi tingkat mortalitas yang tinggi (Hutauruk, 2005).

Nilai Ekonomi Ulat Hongkong
Secara ekonomis Tenebrio molitor  mempunyai nilai positif, khususnya, ketika dalam fase larva sebagai ulat hongkong, karena mereka bisa diternakan dan dijadikan komoditi yang diperjualbelikan sebagai sumber makanan ikan, reptile, amfibi dan burung. Burung yang mengkonsumsi ulat hongkong yaitu kacer, jalak putih, cucak biru, culik-culik, kenari, cucakrawa, beo, murai daun, poksay, hwamei, murai batu, jalak bali dan jenis burung pemakan serangga lainnya.
Ulat untuk ikan hias biasanya berukuran lebih kecil Yakni berukuran 2 cm dengan berat rata-rata 100 mg, sedangkan udang yang mengkonsumsi yakni udang Windu. Ulat Untuk udang windu biasanya berukuran paling besar Yakni berukuran 3,5 cm dengan berat rata-rata 170  mg dengan usia sekitar 3 ½ bulan dan warnanya cukup gelap.

Teknik Budidaya
Pemeliharaan ulat hongkong tidak terlalu rumit  media pemeliharaan berupa campuran dedak halus(Polard)  dan ampas tahu kering. Tempat pemeliharaannya berupa ember plastik atau baskom atau berupa kayu tripleks dengan dilapisi solatip pada bagian bibirnya.

Gambar 7. Wadah pembibitan yaitu berupa segi empat yang terbuat dari triplek
Pemisahan Kepompong dan kotoran diantisipasi dengan menggunakan teknik pemeliharaan yang baru yakni, wadah tempat ulat hongkong dapat langsung menggunakan penyaring atau ayakan pada sisi alasnya. pakan sampingan yang cukup murah seperti ampas tahu yang masih basah, buah-buahan seperti pepaya, batang pohon pisang, sawi, bayam, batang talas, dan sayuran lain yang banyak mengandung air.

Gambar 8. Pemisahan antara serangga dewasa dengan telur melalui penyaringan

Dampak Positif  Pemakaian Ulat Hongkong
  • Burung yang mendapat pakan sampingan ulat hongkong dapat mengeluarkan bunyi atau kicau yang bagus dibandingkan tanpa mengkonsumsi Ulat hongkong
  •  Ikan Yang mendapat pakan sampingan ulat hongkanong aka lebih sehat  dan mempunyai daya tahan tubuh yang relatif baik serta mempunyai daya tarik yang indah dari warna kulitnya.
  • Udang yang mengkonsumsi Ulat Hongkong mempunyai pertumnbuhan yang relatif lebih cepat dari Udang biasa yang tidak mengkonsumsi Ulat Hongkong


Dampak Negatif Pemakaian Ulat Hongkong
Selain Dampak Positif, Ulat hongkong juga mempunyai dampak negatif. Selain menambah biaya perawatan, Penggunaan Ulat Hongkong dapat mengganggu  aspek kesehatan, Khususnya pada Burung. Widyaningsih(1999) Burung yang mengkonsumsi ulat hongkong Tidak tertutup kemungkinan akan mengalami beberapa masalah atau penyakit diantaranya Sakit Mata dan Pencernaan Yang tidak Sehat. Sedangkan Pemakaian Ulat hongkong yang berlebihan pada ikan akan menyebabkan kegemukan dan efek lainnya.

Metode Penggunaan Ulat Hongkong Sebagai Pakan Ternak
Ulat Hongkong tidak boleh dikonsumsi burung dalam keadaan hidup. Caranya, Ulat hongkong harus dicelupkan ke dalam air Hangat agar mati. Kemudian baru diberikan kepada burung berkicau. Ulat Hongkong tidak boleh digunakan secara berlebihan karena zat kitinnya yang menyebabkan Burung mengalami gangguan pencernaan. Demikian pula dengan ikan hias. penggunaan yang berlebihan dapat menyebabkan  kegemukan dan gangguan Pada kulit.

Strategi Pemasaran Produk
Pemasaran dilakukan dengan jasa orang ketiga sebagai distributor. Hal ini dilakukan untuk menghemat biaya dan mempermudah pembayaran. Produk yang dipasarkan ada 3 Jenis yakni Ulat Hongkong sebagai Pakan Sampingan/Suplemen  Burung, Ulat Hongkong Sebagai Pakan Sampingan/Suplemen  Ikan Hias, dan Ulat Hongkong Sebagai pakan Sampingan/Suplemen  Udang. Ulat Jenis Ini Berukuran 3 cm dengan berat rata-rata 150 mg. Daerah yang banyak permintaan terhadap Ulat Hongkong ini antara lain Kudus dan Malang. Ulat yang dikonsumsi ikan hias mempunyai perlakuan yang berbeda yakni Ulat yang diberikan setelah ada manipulasi dengan Nutrisi tertentu. Seperti beta karoten yang terdapat dalam wortel. Ulat untuk ikan hias biasanya berukuran lebih kecil Yakni berukuran 2 cm dengan berat rata-rata 100 mg Daerah yang banyak permintaan terhadap Ulat Hongkong ini antara lain Bali. Udang yang mengkonsumsi yakni Udang Windu. Ulat Untuk udang windu biasanya berukuran paling besar yakni berukuran 3,5 cm dengan berat rata-rata 170  mg dengan usia sekitar 3 ½ bulan dan warnanya cukup gelap. Daerah Yang banyak permintaan terhadap Ulat Hongkong ini adalah Semarang. Profit Usaha mengalami penurunan harga karena kendala adanya kematian yang disebabkan oleh iklim yang kurang mendukung. Namun tidak terlalu signifikan dengan Grafik Keuntungan yang tetap naik.  Hasil panen Sekitar 90 Kg. jumlah ini berkurang dari harapan panen mencapai lebih dari 100 Kg.

No comments:

Post a Comment