Tuesday, July 28, 2009

Foto-foto Pesta Pernikahan Tempo Doeloe di Pulau Jawa


wedding-tosari

Pernikahan Pribumi 1910anKartupos bagus yang diterbitkan Java Tourist Bureau Sourabaya (Biro Parawisata Surabaya) ini berjudul dalam bahasa Inggris A Native Wedding. Bahasa Indonesianya: Pernikahan Pribumi. Kartupos memperlihatkan pawai pernikahan yang berhenti untuk upacara foto. Pengantin wanita dan pria keduanya naik kuda. Gamelan juga ada dalam pawai. Alat musik dikasih galah untuk membawa. Kecuali pengantin wanita tidak ada perempuan lain yang ikut pawainya.


Tandu pengantin ±1900  Kartupos ini memperlihatkan sebuah tandu pengantin tradisional. Didalamnya ada dua tempat duduk. Diatasnya ada dua atap. Tandu ini dihiaskan dengan ukiran kayu. Di kedua sisinya ada relief ikan kayu. Orang di sebelah kanan memegang gergaji. Mungkin dia sedang memperbaiki tandunya yang mau dipakai dalam waktu dekat. Pasangan pengantin sendiri tidak hadir di foto ini. Dua perempuan yang berdiri di sebelah kiri dan kanan tandu ini pasti tidak mau naik tandu ini sendiri. Mungkin di kemudian hari anaknya akan naik tapi waktu foto ini dibuat mereka masih terlalu muda. Kartupos ini diterbitkan oleh « Luchtkuuroord Tengger » bahasa Indonesianya « Tempat Berudara Segar Tengger ».

Tandu pengantin ±1900Kartupos ini memperlihatkan sebuah tandu pengantin tradisional. Didalamnya ada dua tempat duduk. Diatasnya ada dua atap. Tandu ini dihiaskan dengan ukiran kayu. Di kedua sisinya ada relief ikan kayu. Orang di sebelah kanan memegang gergaji. Mungkin dia sedang memperbaiki tandunya yang mau dipakai dalam waktu dekat. Pasangan pengantin sendiri tidak hadir di foto ini. Dua perempuan yang berdiri di sebelah kiri dan kanan tandu ini pasti tidak mau naik tandu ini sendiri. Mungkin di kemudian hari anaknya akan naik tapi waktu foto ini dibuat mereka masih terlalu muda. Kartupos ini diterbitkan oleh « Luchtkuuroord Tengger » bahasa Indonesianya « Tempat Berudara Segar Tengger ».inya.


Pasangan pengantin Soenda ~1890  Pasangan pengantin berpakaian adat sunda yang terinspirasi oleh pakaian wayang. Mereka memakai banyak hiasan mas yang merupakan barang pusaka. Pengantin wanita pakai hiasan kepala dan hiasan bahu, pengantin pria pakai hiasan kepala dan kalung dada dengan 3 hiasan, semuanya mas. Perempuan yang berdiri di sebelah pengantin pria pakai sarung dengan motif parang rusak yang berarti dia pasti berketurunan raja. Mungkin perempuan itu ibu pengantin pria karena dia mirip putranya. Ayah tidak ada, kemungkin dia sudah meninggal. Orang tua dari pihak pengantin wanita berdiri di belakang. Gedungnya mewah. Di meja ada vas berlantai 2 dengan bunga mawar yang merupakan lambang cinta. Di depan meja ada seorang kerdil yang dipakai sebagai dekorasi juga, seperti dalam cerita wayang ada orang kerdil gaya Semar. Pasangan pengantin ini menikah dalam umur muda. Mungkin umurnya sekitar 14 (wanita) dan 16 (pria).


Pasangan pengantin Soenda ~1890Pasangan pengantin berpakaian adat sunda yang terinspirasi oleh pakaian wayang. Mereka memakai banyak hiasan mas yang merupakan barang pusaka. Pengantin wanita pakai hiasan kepala dan hiasan bahu, pengantin pria pakai hiasan kepala dan kalung dada dengan 3 hiasan, semuanya mas. Perempuan yang berdiri di sebelah pengantin pria pakai sarung dengan motif parang rusak yang berarti dia pasti berketurunan raja. Mungkin perempuan itu ibu pengantin pria karena dia mirip putranya. Ayah tidak ada, kemungkin dia sudah meninggal. Orang tua dari pihak pengantin wanita berdiri di belakang. Gedungnya mewah. Di meja ada vas berlantai 2 dengan bunga mawar yang merupakan lambang cinta. Di depan meja ada seorang kerdil yang dipakai sebagai dekorasi juga, seperti dalam cerita wayang ada orang kerdil gaya Semar. Pasangan pengantin ini menikah dalam umur muda. Mungkin umurnya sekitar 14 (wanita) dan 16 (pria).


Pengantin Pria 1923  Pada 1923 penerbit kartupos memakai foto yang sudah tua waktu itu. Mungkin fotonya berasal dari tahun 1870-an. Sisi alamat punya cerita dalam bahasa perancis. Bahasa Indonesianya: “Arthur yang tersayang. Tuan ini yang pakai pot bunga di kepalanya mendatang untuk menyampaikan persahabatan saya dan bilang bahwa saya sangat menikmati tempat ini. Kamu lihat saya tidak lupa sama kamu. Bertha.”  Topi yang dipakai sama pengantin ini mirip pot bunga. Itu topi khas Yogyakarta, disebutnya kuluk. Mungkin sekali inilah seorang kraton dari Yogyakarta. Corak batik yang dipakai sungguh unik juga. Gelang emas yang dipakai di lengan berkepala naga.

Pengantin wanita 1920anKartupos bagus yang diterbitkan Tosari Studio dari Surabaya ini memperlihatkan seorang wanita pengantin yang naik kuda. Ayahnya menuntun kuda yang pakai banyak hiasan. Sebentar lagi mereka akan ketemu dengan pengantin pria. Dibelakangnya ada yang membawa payung besar. Anak di sebelah kanan mengantar pengantin wanita dengan sejenis payung lebih kecil berbahan daun. Anak di sebelah kiri merupakan marching band Mereka main suling dan gendang.


Pengantin Pria 1923  Pada 1923 penerbit kartupos memakai foto yang sudah tua waktu itu. Mungkin fotonya berasal dari tahun 1870-an. Sisi alamat punya cerita dalam bahasa perancis. Bahasa Indonesianya: “Arthur yang tersayang. Tuan ini yang pakai pot bunga di kepalanya mendatang untuk menyampaikan persahabatan saya dan bilang bahwa saya sangat menikmati tempat ini. Kamu lihat saya tidak lupa sama kamu. Bertha.”  Topi yang dipakai sama pengantin ini mirip pot bunga. Itu topi khas Yogyakarta, disebutnya kuluk. Mungkin sekali inilah seorang kraton dari Yogyakarta. Corak batik yang dipakai sungguh unik juga. Gelang emas yang dipakai di lengan berkepala naga.

Pengantin Pria 1923Pada 1923 penerbit kartupos memakai foto yang sudah tua waktu itu. Mungkin fotonya berasal dari tahun 1870-an. Sisi alamat punya cerita dalam bahasa perancis. Bahasa Indonesianya: “Arthur yang tersayang. Tuan ini yang pakai pot bunga di kepalanya mendatang untuk menyampaikan persahabatan saya dan bilang bahwa saya sangat menikmati tempat ini. Kamu lihat saya tidak lupa sama kamu. Bertha.”Topi yang dipakai sama pengantin ini mirip pot bunga. Itu topi khas Yogyakarta, disebutnya kuluk. Mungkin sekali inilah seorang kraton dari Yogyakarta. Corak batik yang dipakai sungguh unik juga. Gelang emas yang dipakai di lengan berkepala naga.


Pawai pernikahan Madioen 1900an  Kartupos ini berjudul dalam bahasa Belanda « Inlandsche Bruidsstoet Madioen ». Bahasa Indonesianya: Pawai Pernikaan Pribumi di Madiun. Pasangan pengantin sendiri naik kereta kuda yang terlihat di tenggah pawainya yang sangat ramai. Banyak orang menonton di pinggir jalan. Kartupos diterbitkan oleh J.C. Becker dari Bandoeng.

Pawai pernikahan Madioen 1900anKartupos ini berjudul dalam bahasa Belanda « Inlandsche Bruidsstoet Madioen ». Bahasa Indonesianya: Pawai Pernikaan Pribumi di Madiun. Pasangan pengantin sendiri naik kereta kuda yang terlihat di tenggah pawainya yang sangat ramai. Banyak orang menonton di pinggir jalan. Kartupos diterbitkan oleh J.C. Becker dari Bandoeng.


Pasangan pengantin Jawa ±1900  Kartu pos yang diterbitkan oleh toko barang kesenian J. Sigrist dari Jocja ini berjudul: “Javaansche Bruid en Bruidegom – Temanten laki en prampoean di poelo Djawa”. Gambar memperlihatkan pasangan pengantin dari kraton Jogjakarta yang berpose untuk fotografer sedang duduk bersila di karpet. Tidak diketahui pengantin namanya siapa dan tidak diketahui siapa fotografer.  Pasangan ningrat ini memakai baju pernikahan khas keraton Jogjakarta. Dua-duanya memakai gelang emas berkepala naga di lengannya. Hiasan yang dipakai pada dadanya adalah kalung dengan 3 benda emas yang disebut tanggalan. Mereka memakai perhiasan telinga yang disebut sumping. Sumping tersebut berbentuk seperti gambar sayap dan berbahan kulit yang dicat dengan warna keemasan. Topi yang dipakai sama pengantin pria yang mirip pot bunga disebut kuluk. Kuluk ini berbahan kaca. Corak batik yang dipakai sungguh unik juga. Pengantin wanita berbaju dodotan (pakaian adat Jawa dari kain batik atau cindai panjang dan lebar) dan gelung bokornya sebagai motif hiasan kepala, dengan hiasan kepala khusus yang berjumbai bulu burung kasuari, gelung berhiaskan bunga dan jebehan. Berarti bunga ada di kepala wanita sedangkan pot bunga ada di kepala pria.

Pasangan pengantin Jawa ±1900Kartu pos yang diterbitkan oleh toko barang kesenian J. Sigrist dari Jocja ini berjudul: “Javaansche Bruid en Bruidegom – Temanten laki en prampoean di poelo Djawa”. Gambar memperlihatkan pasangan pengantin dari kraton Jogjakarta yang berpose untuk fotografer sedang duduk bersila di karpet. Tidak diketahui pengantin namanya siapa dan tidak diketahui siapa fotografer.Pasangan ningrat ini memakai baju pernikahan khas keraton Jogjakarta. Dua-duanya memakai gelang emas berkepala naga di lengannya. Hiasan yang dipakai pada dadanya adalah kalung dengan 3 benda emas yang disebut tanggalan. Mereka memakai perhiasan telinga yang disebut sumping. Sumping tersebut berbentuk seperti gambar sayap dan berbahan kulit yang dicat dengan warna keemasan. Topi yang dipakai sama pengantin pria yang mirip pot bunga disebut kuluk. Kuluk ini berbahan kaca. Corak batik yang dipakai sungguh unik juga. Pengantin wanita berbaju dodotan (pakaian adat Jawa dari kain batik atau cindai panjang dan lebar) dan gelung bokornya sebagai motif hiasan kepala, dengan hiasan kepala khusus yang berjumbai bulu burung kasuari, gelung berhiaskan bunga dan jebehan. Berarti bunga ada di kepala wanita sedangkan pot bunga ada di kepala pria.


2008: Gusti Kanjeng Ratu Maduretno & Kanjeng Raden Tumenggung Purbodiningrat (GKRM adalah putri no 3 dari sultan HB X sedangkan KRTP adalah “rakyat biasa”)

2008: Gusti Kanjeng Ratu Maduretno & Kanjeng Raden Tumenggung Purbodiningrat (GKRM adalah putri no 3 dari sultan HB X sedangkan KRTP adalah “rakyat biasa”)


sumber : thank’s, blog bagus : http://djawatempodoeloe.multiply.com/photos/album/319/Pesta_Pernikahan_Tempo_Doeloe#7

No comments:

Post a Comment