Wednesday, May 15, 2013

Penyelundupan burung nuri dan kakatua

Sekitar 85 jenis burung paruh bengkok yang terdapat di Indonesia, 14 jenis diantaranya telah dilindungi karena masuk dalam katagori terancam punah. Salah satu kawasan yang kaya akan burung paruh bengkok adalah kawasan Wallacea yang terdiri dari Pulau Sulawesi, Nusa Tenggara dan Maluku. Empat jenis burung paruh bengkok yang ada di kawasan Wallacea masuk dalam kategori genting (endangered) yaitu Nuri Talaud (Eos histrio), Kakatua Jambul Kuning (Cacatua sulphurea), Betet Kepala Philipina (Tanygnathus lucioinensis) dan Nuri Sayap Hitam (Eos cyanogenia).

Fakta tentang Penangkapan Nuri dan Kakatua

Pada 2002 ProFauna Indonesia (www.profauna.or.id/Indo/Burung_paruh_Bengkok.htm) dalam laporan berjudul Flying Without Wings telah mempublikasikan fakta tentang perdagangan burung nuri dan kakatua di Maluku Utara. Pada waktu itu sekitar 15.000 ekor burung nuri dan kakatua ditangkap dari alam di Maluku Utara untuk diperdagangkan dengan pusat perdagangannya di Kota Ternate. Untungnya setelah publikasi laporan Flying Without Wings yang diikuti dengan serangkaian kampanye yang dilakukan oleh ProFauna dengan organisasi lokal di Maluku Utara (Yayasan Kamu), kini perdagangan nuri dan kakatua di Ternate, Maluku Utara, telah menurun 95%.

Setelah 5 tahun peluncuran Flying Without Wings, ProFauna Indonesia kembali melakukan Investigasi tentang perdagangan burung paruh bengkok di Sulawesi dan Halmahera Utara pada tahun 2007. Meskipun saat ini secara legal tidak ada ekspor burung paruh bengkok asal Indonesia, namun pada kenyataannya penangkapan burung paruh bengkok di alam untuk diselundupkan ke Philipina masih terjadi. Temuan tersebut terungkap dalam laporan investigasi ProFauna Indonesia yang berjudul Pirated Parrots yang dipublikasikan pada bulan Juni 2008.

Dalam Pirated Parrots disebutkan bahwa setiap tahunnya sekitar 10.000 ekor burung paruh bengkok ditangkap dari kawasan Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara, untuk diperdagangkan. Burung paruh bengkok tersebut bukan hanya diperdagangkan di tingkat domestik, namun juga diselundupkan ke Philipina. Burung paruh bengkok yang ditangkap dari Halmahera Utara tersebut terdiri dari jenis kakatua putih (Cacatua alba), kesturi ternate (Lorius garrulus), bayan (Eclectus roratus) dan nuri kalung ungu (Eos squamata). Padahal bayan adalah jenis burung yang telah dilindungi yang semestinya tidak boleh diperdagangkan.

Penangkapan burung paruh bengkok untuk diperdagangkan tersebut juga terjadi pada jenis burung nuri yang sudah langka yaitu nuri talaud (Eos histrio). Untungnya penangkapan nuri talaud ini sudah menurun tajam akibat adanya operasi penyitaan yang dilakukan secara intensif pada tahun 2005. Selain itu adanya peraturan kampung di Pulau Karakelang, Kepulauan Talaud, yang melarang penangkapan Nuri Talaud juga turut menekan angka penangkapan nuri ini.

Tingkat Kematian 40%

Burung-burung paruh bengkok tersebut diselundupkan ke Philipina lewat pelabuhan di Desa Pelita Kecamatan Galela yang ada di Halmahera Utara. Burung tersebut diselundupkan dengan menggunakan perahu boat pribadi menuju Pulau Balut atau General Santos, Philipina.

Perjalanan perahu dari Halmahera Maluku ke General Santos, Philipina membutuhkan waktu sekitar sekitar 9 jam. Kebanyakan perahu yang mengangkut burung paruh bengkok asal Indonesia itu tidak langsung bersandar di pelabuhan General Santos, namun transaksinya terjadi di tengah laut. Pedagang burung asal Philipina akan mengirim orang untuk mengambil burung yang dibawa perahu asal Indonesia itu. Dari General Santos, burung-burung tersebut dikirim ke Pasar Cartimar di Manila.

Akibat pengangkutan yang lama, motode penangkapan yang buruk dan perlakukan buruk terhadap burung selama diperdagangkan, membuat tingkat kematian perdagangan burung paruh bengkok sangat tinggi, yaitu mencapai 40%.

Pelanggaran Hukum Konservasi Satwa

Penyelundupan burung paruh bengkok ke Philipina ini melanggar ketentuan CITES (Convention of International on Trade in Endangered Species) yang telah dirativikasi Indonesia sejak tahun 1978. Semua jenis burung paruh bengkok adalah masuk dalam apendix II (kecuali yang masuk apendix I atau III). Menurut CITES burung paruh bengkok yang masuk apendix II bisa diperdagangkan asal burung tersebut hasil penangkaran, bukan hasil tangkapan dari alam. Perdagangan burung tersebut juga diatur berdasarkan kuota.

Interview ProFauna dengan beberapa pedagang satwa di Cartimar Philipina, menyatakan bahwa sebagian burung selundupan asal Indonesia tersebut , akan diekspor ke negara lain, tetapi dengan lebel hasil penangkaran.

Perdagangan jenis burung paruh bengkok yang dilindungi juga melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Menurut UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, perdagangan satwa dilindungi adalah dilarang dan pelanggarnya dapat dikenakan sanksi penjara 5 tahun denda maksimal 100 juta. Sayangnya penegakan hukum ini belum dijalankan sepenuh hati oleh aparat penegak hukum di Indonesia. Buktinya, selain diselundupkan ke luar negeri, perdagangan burung paruh bengkok masih terjadi secara terbuka di sejumlah pasar burung di Surabaya, Jawa Timur.

ProFauna memandang sangat penting pemerintah dan aparat kepolisian melakukan operasi penyitaan di pusat penanmpungan burung nuri dan kaktua yang ada di Desa Pelita, Halmahera Utara, Maluku Utara. Pemerintah juga harus bertindak tegas terhadap perdagangan burung nuri dan kakatua yang dilindungi yang dijual bebas di Pasar Burung di Surabaya dan Jakarta. Tanpa tindakan huikum yang tegas, maka perdagangan satwa langka di Indonesia akan terus terjadi dan semakin membesar.

Apa Yang Dapat Anda Lakukan ?

Anda bisa membantu kami untuk mencoba menghentikan penangkapan dan perdagangan burung paruh bengkok di Indonesia dengan mengirim surat atau mendukung petisi kami. Tunjukan perhatian anda yang tinggi terhadap perdagangan burung paruh bengkok seperti yang telah dipublikasikan oleh ProFauna dalam Pirated Parrot.


Beberapa poin penting yang perlu ada dalam surat anda antara lain:

  1. Minta kepada pemerintah Republik Indonesia untuk menghentikan penyelundupan burung paruh bengkok ke philipina dengan cara melakukan operasi penyitaan di penampung burung yang ada di Halmahera Utara. Minta juga agar pemerihtah Indonesia lebih memperketat patroli di perairan laut yang menjadi perbatasan antara Indonesia dengan Philipina.
  2. Minta kepada Departemen Kehutanan Republik Indonesia untuk melakukan operasi penyitaan dan penegakan hukum terhadap burung paruh bengkok dilindungi yang dijual bebas di Pasar Burung di Surabaya dan Pramuka Jakarta.
  3. Minta kepada Menteri Kehutanan agar segera menetapkan kakatua putih (Cacatua alba) sebagai jenis satwa yang dilindungi. Kakatua putih adalah jenis kakatua endemik Maluku Utara yang terancam keberadaannya akibat perdagangan. Namu sampai sekarang kakatua putih masih belum masuk dalam daftar jenis satwa yang dilindungi.
http://www.profauna.org/

No comments:

Post a Comment